berita69.org, Jakarta Hingga saat ini, zat kimia Bisfenol A (BPA) masih banyak digunakan dalam pembuatan plastik polikarbonat.
Hal ini pun terus mendapat sorotan global, mengingat efek sampingnya yang tak bisa diremehkan untuk kesehatan jiwa.
Penelitian menunjukkan bahwa 93% populasi global menyimpan jejak BPA dalam tubuh mereka.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius karena paparan BPA berisiko memicu gangguan hormon, kerusakan otak anak, hingga penyakit kanker.
Baca Juga
- 85 Wilayah Sepakat, BPA Resmi Ditetapkan sebagai Bahan Kimia Berbahaya
- AMDK Favoritnya Gen Z, Le Minerale Raih Penghargaan Gold di Youth Choice Award 2025
Isu tersebut dibahas oleh 85 tanah air dalam pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5), forum resmi PBB yang membahas polusi plastik dan dampaknya bagi kesehatan jiwa manusia serta lingkungan sekitar.
Salah satu agenda utama adalah mendorong kesepakatan global terkait larangan total penggunaan BPA.
Advertisement
BPA sendiri mulai digunakan sejak tahun 1950-an untuk memproduksi plastik keras seperti galon isi ulang, botol minum, hingga wadah makanan.
Namun, zat ini diketahui mudah bermigrasi ke makanan dan minuman, terutama bila terkena panas, sinar matahari, kondisi asam, atau digunakan berulang kali.
Studi mencatat, galon yang telah dipakai lebih dari setahun cenderung mengalami pelepasan BPA dalam kadar berbahaya.
“BPA akan luruh saat bersentuhan dengan air, dan prosesnya semakin cepat jika terkena panas atau dicuci berulang,” ujar Profesor Mochamad Chalid, pakar polimer Universitas Indonesia.
BPA diketahui mampu meniru hormon estrogen sehingga mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh.
Dampaknya bisa memengaruhi kesuburan, metabolisme, hingga fungsi otak.
Kelompok yang paling rentan adalah anak-anak dan ibu hamil.
Berbagai studi juga mengaitkan paparan BPA dengan penurunan kecerdasan, gangguan perilaku, diabetes, penyakit jantung, dan kanker.
Pada pertemuan sebelumnya di Busan, Korea Selatan, sebanyak 85 republik sudah menyetujui untuk memasukkan BPA ke dalam ‘Daftar 1 Bahan Kimia Berbahaya’.
Proposal larangan global yang dipimpin Norwegia ini memperoleh dukungan kuat dari Uni Eropa, Kanada, Australia, serta sejumlah republik Afrika.
Selain larangan total, naskah negosiasi juga mencantumkan kewajiban pelabelan kandungan BPA agar konsumen lebih terlindungi.
Aturan Pelabelan BPA di IndonesiaIndonesia sendiri telah menetapkan aturan terkait pelabelan BPA melalui Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024.
Namun, regulasi tersebut baru akan berlaku efektif pada 2028, dengan memberikan masa transisi empat tahun bagi industri untuk beradaptasi.
Pertemuan lanjutan di Jenewa akan menjadi momentum penting dalam menentukan jadwal penghapusan bertahap BPA, mekanisme dukungan teknis bagi tanah air berkembang, serta sistem pemantauan global.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat transisi menuju era kemasan plastik yang lebih aman, sekaligus melindungi kesehatan jiwa masyarakat dan mengurangi paparan bahan kimia berbahaya di seluruh dunia.
(*)