berita69.org, Jakarta - Analis Interaksi Politik global Hendri Satrio (Hensat) membuka data tentang Pilkada Jakarta.
Menurut Hensat, selama ini calon dengan survei elektabilitas tertinggi belum pernah memenangkan Pilkada Jakarta.
Ia mencontohkan pertarungan Fauzi Bowo melawan Jokowi di tahun 2012 dan Basuki Tjahaja Purnama melawan Anies Baswedan pada tahun 2017.
Baca Juga
- Pakai Baju Merah, Rano Karno Sapa Warga di Kapuk Jakarta Barat
- Ridwan Kamil Janji Tak Akan Tinggalkan Budaya Betawi meski Ingin Jadikan Jakarta Kota Global
- Ngobrol Bareng Anak Muda, Pramono: Pacaran Boleh, tapi Jangan Narkoba
"Dulu Fauzi Bowo tahun 2012, surveinya tinggi, kalah sama Jokowi.
Ahok juga sama, 2017 punya survei tinggi, tumbang oleh Anies.
Jadi menurut saya biasanya yang surveinya tinggi justru kalah di Pilkada Jakarta," ungkap Hensat di Jakarta, Sabtu, (7/9/2024).
Advertisement
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini juga menyoroti kekuatan akar rumput di Jakarta.
Ia menjelaskan, sejak Pilkada Jakarta digelar secara langsung pada tahun 2007, hanya satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan kompetisi.
"Hanya satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan Pilkada Jakarta, yaitu saat Fauzi Bowo mengalahkan Adang Daradjatun dari PKS di tahun 2007," kata Hensat.
"Sisanya, Jokowi menang karena akar rumput PDI Perjuangan di 2012, namun Anies Baswedan di 2017 juga bermodalkan akar rumput PKS-Gerindra berhasil mengalahkan Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan Nasdem," lanjutnya.
Pilkada Jakarta 2024 kembali membuktikan mitos soal incumbent.
Anies, sebagai petahana, tak mampu mendapatkan tiket untuk mempertahankan posisinya.
"Pilkada Jakarta 2024 ini pun membuktikan bahwa mitos soal incumbent kembali terjadi, Anies yang terhitung incumbent kini tak bisa mendapatkan tiket, pada akhirnya sampai saat ini belum pernah ada yang memimpin Jakarta dua periode," kata Hensat.